WAJAH PLURALISME (di Pasaman)


Berapa waktu yang lalu, ada kejadian yang menghebohkan umat Katolik di sekitar Paroki Keluarga Kudus Mahakarya, Kabupaten Pasaman Barat. Hal tersebut yakni karena kedatangan demonstran yang mengatasnamakan diri dari FKOI (Forum Komunikasi Ormas Islam) Pasaman Barat. Mereka beraksi namun memang tidak sampai ke dalam lingkungan gerej a. Sebab aparat telah berjaga-jaga untuk mengamankan para demonstran.
Dari aksi tersebut mereka ingin agar perluasan bangunan Gereja segera dihentikan karena tidak adanya IMB (Izin Mendirikan Bangunan).  Dilansir dari pasaman.com, menurut Achmad Namlis, aksi damai yang mereka lakukan merupakan suatu gerakan mengantisipasi pemurtadan yang  merusak sendi-sendi agama dan moral Islam di Pasaman Barat. Pihaknya tidak menginginkan massa bertindak anarkis sehingga diperlukan aksi nyata dari pemerintah daerah. Menurutnya, gerakan pemurtadan dilakukan dengan berbagai macam cara. Indikatornya, adalah merebaknya hiburan malam, kafe-kafe, perjudian dan minuman keras.“Ancaman ini lambat laun akan merusak generasi muda Islam Pasaman Barat,” katanya.
Apalagi, menurutnya, pembangunan rumah ibadah di tengah-tengah umat Islam tanpa prosedur harus ditindak. Hal itu tidak sesuai dengan peraturan Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 tahun 2006 dan Nomor 9 tahun 2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah dalam emelihara kerukunan umat beragama dan pendirian rumah ibadah.
“Pendirian rumah ibadah harus memiliki izin mendirikan bangunan (IMB) yang diterbitkan oleh kepala daerah,” kata Achmad melanjuti.
Salah satu dari demonstran diperbolehkan memasang spanduk yang berisi penghentian perluasan bangunan gereja tersebut. Para demonstran  yang bukan masyarakat wilayah tersebut hanya beberapa menit saja berada di daerah kejadian, karena mereka langsung segera meninggalkan lingkungan tersebut.
Melihat hal tersebut, Redaksi Buletin Petra melakukan wawancara dengan pastor paroki dan salah satu umat yang berada di lingkungan itu. Ketika ditanyai soal kondisi masyarakat lingkungan Paroki Keluarga Kudus Mahakarya kepada Pastor Berdardus Asa Pr atau sering disapa dengan Romo Bernad, beliau mengatakan, “Kondisi masyarakat lingkungan paroki sangat baik, dapat dilihat dari masyarakat yang sering gotong royong untuk lingkungannya, meskipun mereka berbeda agama”.
Kemudian romo menambahkan, “Makan tidak makan haruslah berkumpul. Walapun berbeda agama di lingkungan ini tetapi mereka selalu bersama dalam membangun daerahnya, sehingga masyarakat heran dengan datangnya ormas Islam yang melakukan aksi demo untuk menutup gereja”. Dari pernyataan Romo, dapat diketahui bahwa warga sekitar gereja, open (terbuka) dengan adanya masyarakat katolik dan perluasan gereja di daerah itu.
Seiring dengan tema Buletin Petra edisi II, Romo mengatakan, “Pluralisme yang sesuai dengan kondisi masyarakat lingkungan ini, terkait hal agama, kelompok kita (katolik) kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah. Menerima dan mengalah untuk menang.”
Melihat demo yang telah berlalu kemudian romo mengatakan, “Sebagian pemerintah melihat secara positif mengenai perluasan gereja, dan pemerintah harus menyatakan kepada masyarakat untuk membantu dan memperhatikan lingkungan Katolik dalam hal ini proaktif dalam pembangunan”
Romo yang sudah menjadi Kepala Paroki selama satu tahun lima bulan di Paroki tersebut melihat bahwa perlu adanya pembelajaran dari pemerintah, LSM dan kelompok intelektualis serta gereja guna memperhatikan kesejahteraan rohani umat.
Dipihak lain ketika ditanyai soal keberadan masyarakat Katolik di lingkungan paroki, Pak Edi selaku panitia pembangunan


Gereja menjelaskan bahwa masyarakat di sana sangat antusias dan proaktif dalam pembangunan lingkungan.
Namun demikian, hendaknya masyarakat lingkungan Mahakarya menjadi contoh bagi daerah lain terkait permasalahan pembangunan daerah, serta menjadi contoh dalam membangun iman dan kemandirian.


Peliputan : Michael S.Halawa & San C. Siregar




Posting Komentar

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Lebih baru Lebih lama