MENUJU PMKRI YANG BERKEBUDAYAAN

Memasuki tahun 2020, masyarakat dunia dihebohkan dengan adanya suatu penyakit aneh yang menyerang bagian pernafasan. Dikemudian hari, penyakit tersebut akhirnya dikenal dengan Corona Virus Desease 19 (disingkat Covid 19, Corona Virus merujuk pada nama jenis makhluk hidup yang menyebabkan penyakit, dan angka 19 merujuk pada tahun 2019, dimana waktu pertama kali penyakit akibat virus ini ditemukan.

Pada tulisan ini, tentu saja saya tidak ingin membahas tentang Corona. Paragraf di atas adalah pengantar bagi saya untuk paragraf-paragraf berikutnya.

Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (selanjutnya saya singkat PMKRI) Cabang Padang “Sanctus Anselmus” adalah salah satu organisasi pengkaderan yang bergerak di luar kampus (walaupun berdasarkan Permendikti No 55 Tahun 2018 menetapkan bahwa OKP atau organ ekstra mahasiswa diperbolehkan masuk kampus dengan tujuan membantu pemerintah dalam upaya membina ideologi bangsa di perguruan tinggi). Sejak saya berkenalan dengan perhimpunan ini, besar harap saya dapat belajar membina diri dan mengarungi dunia pergerakan.

Tahun demi tahun berlalu. Berdasarkan pengamatan saya, kualitas kader PMKRI Cabang Padang semakin menurun. Padahal, jika kita perhatikan, jarang sekali lingkungan sekretariat kosong akan kehadiran anggota. Setiap hari, lingkungan sekretariat pasti akan dikunjungi setidaknya minimal 2 atau 3 orang (baik itu DPC maupun Anggota bahkan mereka yang bukan anggota). Artinya, bahwa lingkungan sekretariat hari ini masih menjadi suatu kebutuhan bagi anggotanya. Ada semacam adindum, “kalau saya tidak ke sekre hari ini, rasanya ada yang kurang”. Nantinya (tentu saja), jika kebutuhan tidak dapat diakomodir dengan baik, akan banyak godaan yang berdiri mengantri. Kalimat terkenalnya adalah “apalagi, pas kaki!”. Di lingkungan sekretariat, pesona satu kalimat ini bisa mengalahkan ribuan petuah dari para pahlawan kita.

Menjadi seorang kader PMKRI membutuhkan daya juang lebih. Setiap kader dituntut memiliki atau setidaknya menerapkan nilai-nilai PMKRI dalam kehidupannya. 3 benang merah (kristianitas, intelektualitas dan fraternitas) serta 6 identitas kader (universalitas, sensus chatolicus, sensus hominis, spirit man for others, pribadi yang menjadi teladan dan magis semper) harus menjadi bagian dari jiwa setiap kader. Perhimpunan membutuhkan kader yang memiliki daya juang tinggi serta nilai-nilai perhimpunan untuk mewujudkan visi perhimpunan itu sendiri.

Jika kita bergerak sekitar 4 tahun ke belakang, kita bisa melihat periodesasi dalam pengkaderan perhimpunan terhambat. Jika dihitung menurut kalender, sejak tahun 2015 hingga tahun 2020, setidaknya perhimpunan sudah memiliki 5 (lima) orang mantan Ketua Presidium. Kenyataannya, pada rentang waktu tersebut, perhimpunan hanya memiliki 3 orang mantan Ketua Presidium. Tentu, kita tidak menjustifikasi bahwa person-person tersebut adalah penyebabnya, hanya saja jika kita jauh melihat ke dalam, ada faktor lain yang melanggengkan  kebiasaan buruk ini.

Pengkaderan oleh bidang Pendidikan dan Kaderisasi seolah-olah berkutat di MPAB dan MABIM (kita bersyukur bahwa pada tahun ini PMKRI Cabang Padang mampu melaksanakan LKK dengan baik). Pengembangan potensi dan kapasitas kader seolah-olah hanyalah penghias atau pengisi agar matriks program kerja bidang penuh. Begitu pula halnya dengan bidang yang lain. Pengembangan organisasi seolah-olah terjebak di program kerja Dies dan kegiatan fraternitas, Germas sibuk dengan pendampingan yang sampai saat ini kita sulit menentukan siapa yang didampingi, kesekjenan sibuk mempersolek diri hingga lupa mendata anggota, dan kebendaharaan yang mengubah diri menjadi ATM berjalan perhimpunan.

Pada dasarnya, perhimpunan sudah memiliki tradisi yang sebenarnya tinggal diteruskan. Pelaporan LPJ kegiatan maksimal 30 hari setelah kegiatan, DPC Diperluas satu kali setiap dua bulan, kegiatan-kegiatan pengembangan diri yang rutin, pengolahan inventaris perhimpunan oleh kesekjenan, usaha dana mandiri yang dikelola oleh bendahara, kebersihan dan keindahan sekretariat, doa bersama, diskusi-diskusi dan berbagai kegiatan positif lainnya seharusnya menjadi kesibukan utama di lingkungan sekretariat. Tidak berlebihan rasanya jika saya mengatakan bahwa, beberapa waktu ini anggota perhimpunan termasuk DPC mampu duduk tenang dan bernafas lega walaupun di sekretariat tidak ada kegiatan apa-apa. Tentu saja yang saya maksudkan adalah kegiatan positif ya? Kegiatan-kegiatan yang yang mengandung makna “konotasi” di lingkungan sekretariat banyak banget kok.

Contohnya? Tidak perlu saya sebutkan.

Berangkat dari pengamatan tersebut di atas, pada Pemilihan Mandataris RUAC 2020 saya kemudian mengusung visi “Menuju PMKRI yang Berkebudayaan”. Ada harapan bahwa setiap kader PMKRI harus mampu mencapai “standar” sebagai anggota PMKRI. Internalisasi nilai-nilai perhimpunan, disiplin diri, dan kelebihan-kelebihan soft skill yang lain harus menjadi tolak ukur setiap anggota perhimpunan. DPC juga nantinya, akan tetap memonitor dan mengkondisikan lingkungan sekretariat yang kondusif terhadap keberlangsungan perhimpunan. Kegiatan-kegiatan pengembangan diri, pengkaderan, pergerakan dan lain-lain harus menjadi gambaran utama kehidupan perhimpunan. Setiap anggota harus mampu mencapai fitrahnya sebagai kader PMKRI.

Tentu saja, ada banyak tantangan untuk mewujudkan visi ini. Diluar sulitnya mengubah tradisi buruk yang sudah mendarah daging dalam tubuh perhimpunan, pandemik Covid 19 turut menjadi faktor yang mempengaruhi. Pandemik Covid 19 melahirkan sebuah kondisi New Normal saat ini. Penerapan 3M (mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak) menjadi kewajiban utama setiap individu dalam beraktifitas. Bagi lingkungan PMKRI Cabang Padang, pandemik Covid 19 turut mempengaruhi kondisi pengkaderan kita saat ini. Dengan adanya sistem perkuliahan online, Anggota Muda maupun Anggota Biasa yang berdomisili di luar Kota Padang mengakibatkan minimnya anggota yang mampu kita libatkan di kegiatan. Pelaksanaan Masa Penerimaan Anggota Baru dan Masa Bimbingan maupun diskusi-diskusi lainnya, kemungkinan besar akan beralih dari yang biasanya bersifat tatap muka, akan bersifat digitalisasi. Kemungkinan kedepannya, kegiatan-kegiatan akan banyak yang menggunakan sistem online.

PMKRI yang berkebudayaan, PMKRI yang memiliki budaya-budaya positif. Kita harus mengubah kebiasaan lingkungan sekretariat yang kurang bersih dan tidak rapi menjadi bersih dan rapi. Kita harus mengadakan kegiatan-kegiatan rutin setiap minggunya. Bagaimanapun, kita harus mampu survive di tengah-tengah pandemik Covid 19 ini.

Salam juang. Sebagai penutup, saya ingin mengutip pernyataan Tan Malaka dalam Madilog. Bagi seseorang yang hidup dalam pikiran yang mesti disebarkan, baik dengan pena maupun dengan mulut, perlulah pustaka yang cukup. Seorang tukang tak akan bisa membikin gedung kalau alatnnya seperti semen, batu tembok dan lain-lain tidak ada. Seorang pengarang atau ahli pidato perlu akan catatan dari buku musuh, kawan ataupun guru. Catatan yang sempurna dan jitu bisa menaklukkan musuh secepat kilat dan bisa merebut permufakatan dan kepercayaan yang bersimpati sepenuh-penuhnya. Baik dalam polemik, perang-pena, baik dalam propaganda, maka catatan itu adalah barang yang tiada bisa ketinggalan, seperti semen dan batu tembok buat membikin gedung. Selainnya dari pada buat dipakai sebagai barang bahan itu, buku-buku yang berarti tentulah besar faedahnya buat pengetahuan dalam arti umumnya.

Terbentur, terbentur, terbentur, terbentuk.

Religio Omnium Scientiarum Anima!

Pro Ecclesia et Patria!


Padang, September 2020

 


Posting Komentar

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Lebih baru Lebih lama