KOMERSIALISASI PENDIDIKAN





(Apakah sebangsamu akan kau biarkan terbungkuk-bungkuk dalam ketidaktahuannya? Siapa bakal memulai kalau bukan kau ? – Pramudya Ananta Toer )

Reformasi yang terjadi tanggal 22 Mei 1998 paska mundurnya Soeharto sebagai presiden RI sejak tahun 1967,membawa konsekuensi politis terhadap kebijakan pendidikan nasional.Tiba-tiba,pemerintahan transisi,Bj Habibie mengeluarkan PP No.61 tahun 1999 tentang Penetepan Perguruan Tinggi Negeri sebagai Badan Hukum.PP inilah yang kemudian menjadi dasar perumusan PP-PP turunannya yang mengatur PTN (Perguruan Tinggi Negeri) terkemuka seperti UI,UGM,IPB,dan ITB yang cukup bonafit pada saat itu berubah status menjadi PT BHMN ( Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara ).Perubahan status tersebut tentu menimbulkan goncangan di masyarakat,karena PTN-PTN tersebut semula dapat diakses oleh kelompok manapun,asal lolos seleksi,tiba-tiba menjadi eksklusif hanya dapat diakses oleh mereka yang berduit saja.Inilah era baru pendidikan tinggi (Negeri0 menjadi komoditas yang diperdagangkan alias dikapitalisasi.Dalam bahasa awam disebut privatisasi,kaerena semula merupakan barang public,tiba-tiba menjadi barang privat yang untuk mendapatkannya harus dengan membayar banyak.Negara seakan lepas tangan dan menyerahkan masalahnya kepada mekanisme pasar.
            Praktik privatisasi PTN itu semakin kokoh dengan keluarnya UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas),karena dalam pasal 53 mengatur tentang pentingnya pembentukan badan hokum pendidikan untuk penyelenggaraan pendidikan dari pendidikan dasar hingga perguruan tinggi.Berdasarkan amanat dalam pasal 53 tersebut kemudian pemerintah menginisiasi lahirnya RUU BHP (Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan).Tapi setelah naskah pertama dilaunching,kemudian memperoleh tanggapan beragam dari public,isu itu kemudian tenggelam begitu saja,tahun 2005 isu itu kembali naik,kemudian tenggelam,akhir tahun 2007,kembali naik melalui media uji public,dan akhirnya disahkan pada tanggal 17 Desember tahun 2008,dengan tanpa perlawanan yang berarti.Aksi demonstrasi mahasiswa UI,ITB,UNJ,dan Aliansi Menolak RUU BHP terlalu sedikit jumlah massanya,tidak seperti aksi lain yang berdimensi politis yang kelihatan mahasiswa  dapat dengan mudah turun ke jalan secara ramai-ramai,realitas sekarang contohnya,tentang UU Pilkada 2014 yang telah disahkan.Cukup mengherankan bahwa RUU BHP yang akan menciptakan bebab baru,termasuk pada mahasiswa negeri dan swasta itu tidak memperoleh perlawan signifikan dari para mahasiswa yang “biasanya” kritis terhadap kebijakan pemerintah.Apakah karena tidak ada orderan dari para seniornya,atau tidak mendukung proses pencitraan ?
            Secara konsepsional,naskah RUU BHP memang tidak layak untuk dilaunching,dikarenakan selalu memperoleh tantangan penolakan yang kuat dari public dan juga mungkin dikarenakan pihak Departemen Pendidikan Nasional (nama kementrian saat itu) yang dalam hal ini diwakili Dirjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional,Satya Soemantri Brojonegoro.Munculnya peraturan presiden No.76 tahun 2007 tentang criteria dan persyaratan penyusunan bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan di bidang penanaman modal dan perpres No.77 tahun 2007 tentang daftar bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan penanaman modal,yang didalamnya memasukkan pendidikan sebagai sector yang terbuka untuk penanaman modal asing dengan komposisi kepemilikan saham maksimal 49 %,turut memicu percepatan pembahasan RUU BHP tersebut agar pelaksanaan perpres lebih mulus,karena RUU tersebut dapat memberikan paying hukum yang kuat.Pembuatan perpres itu sendiri merupakan turunan dari UU No.25 tahun 2007 .tentang penanaman modal.Kedua perpres itu sendiri telah direvisi menjadi peraturan presiden nomor 1111 tahun 2007 dan perpres nomor 36 tahun 2010.
            Subtansi dari RUU BHP adalah tekanan pada tata letak kelola badan hukum pendidikan.Tanpa disadari,tekanan pada tata kelola itu adalah cirri dari suatu korporasi,yang misi utamanya mencari untuk,dan komersialisasi pendidikan pun terjadi.Apalagi bila UU ini juga melegitimasi badan hukum pendidikan untuk melakukan intervestasi dalam bentuk portofolio maupun badan usaha lain.Sekali lagi,tanpa disadari,ini adalah langkah kea rah privatisasi dan liberalisasi sector pendidikan.Privatisasi dalam artian menyerahkan pelayanan public ke swasta,sedangkan liberalisasi dalam artian menawarkan jasa pelayanan public ke pasar bebas (mekanisme pasar) dengan sedikit atau bahkan tidak ada campur tangan sama sekali dari Negara dan hanya bertindak sebagai regulator saja,UU BHP telah menjadi fasilitas untuk mendukung pendidikan yang akan menjadi barang komoditas dan tidak lagi menjadi hak warga Negara dimana Negara wajib memenuhinya,karna sesuai dengan cita-cita bangsa,dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945,mencerdaskan kehidupan bangsa,dampak lebih jauh dari UU BHP ini adalah akan mengubah total watak pendidikan nasional menjadi sangat legal-formal-managerial dan ekonomi-kapitalistik.Subtansi pendidikan sebagai pencerdasan dan proses integrasi bangsa,proses kebudayaan,serta national and character building menjadi terabaikan.Sama permasalahan yang dihadapi mahasiswa sekarang,permasalahan UKT yang menambah segala proses-proses komersial,dan baru-baru ini keluar permendikbud nomor 49 tahun 2014 yang isinya membatasi lama waktu perkuliahan mahasiswa,bukan hanya sebagai bentuk privatisasi tetapi mahasiswa telah menjadi buruh dan manusia satu dimensi,dimana tidak bisa bergerak secara keingian,dikarenakan disandra oleh berbagai macam peraturan dan telah membentuk pola pikir mahasiswa yang apatis terhadap polemic-polemik sosial yang terjadi.Jangan sampai sejarah kembali terulang,seperti yang saya jelaskan tadi di atas.Belum lagi penerepan kurikulum 2013 yang semakin membinngungkan substansi pendidikan tersebut.
Tulisan ini merupakan bentuk pertanggungjawaban moral pribadi dalam menolak berbagai macam liberalisasi pendidikan,kita tidak boleh membiarkan para pejabat Negara mengambil keputusan yang pada akhirnya merugikan bangsa secara keseluruhan di masa mendatang,serta mengantarkan praksis pendidikan nasional menjadi sangat kering,dangkal,dan kapitalistik dengan menjadi antek-antek kaum kapitalis global yang menyengsarakan rakyat.Bila hal itu terjadi terus-menerus,maka inilah ironi hidup di alam kemerdekaan,bahwa secara idiologis ternyata justru semakin tidak merdeka sama sekali,dimana kita sebagai gerakan mahasiswa tidak peka terhadap polemic yang sangat mendasar tersebut ? 

Posting Komentar

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Lebih baru Lebih lama