MELAWAN ASAP

DISKUSI I BIDANG P&K PMKRI Cab. PADANG, 11 OKTOBER 2015
Minggu, 11 Oktober 2015, pukul 15.10 WIB, diadakan diskusi yang mengangkat tema KABUT ASAP di lapangan belakang KOMSOS yang diikuti sekitar 13 orang Anggota Biasa PMKRI Cabang Padang yang mana dibawakan oleh bidang Pendidikan dan Kaderisasi. Diskusi diawali dengan menonton video cuplikan PRIME TIME NEWS METRO TV mengenai bencana kabut asap. Kemudian diikuti dengan tanggapan peserta mengenai “kabut asap” menurut jurusan perkuliahan masing-masing peserta diskusi.  Peserta memberikan argument bahwa asap memang buruk dan bukan sesuatu hal  yang menguntungkan. Seperti yang disampaikan Riki Simanjuntak (Kesenian UNP), bahwa asap itu adalah seni dari pejabat yang duduk di pemerintahan sana. Dimana pejabat tersebut telah disogok oleh perusahaan-perusahaan yang membakar lahan dengan sengaja. Memang pejabat tersebut mengetahui penyebab terjadinya pembakaran lahan tersebut. Hanya saja mereka tidak punya keberanian untuk mengungkapkan hal yang sebenarnya. Kenapa? Ya karna mereka telah disogok. Hampir sama dengan yang disampaikan Riki, Hery P.J. Sitohang (Hukum UNES) bahkan lebih menyalahkan bagaimana korporasi di atas. Bagaimana pemerintah tidak menindak secara tegas mereka-mereka para pembakar lahan. Padahal negeri ini memiliki UU yang mengatur sanksi untuk pembakaran hutan/lahan. Atau seperti yang disampaikan Gregorius, sebaiknya mereka-mereka si pembakar lahan diberikan shock therapy, seperti bagaimana shock therapy-nya Orde Baru, tembak mati di tempat. Dengan cara ini, setidaknya ada efek jera. Secara singkat, asap memang merugikan semua pihak. Semua jurusan memandang bahwa pembakaran lahan sebagai awal untuk membuka lahan atau perusahaan bukan sesuatu yang layak diacungi jempol. Beberapa penyebab pembakaran lahan dari hasil diskusi ini adalah:
1. Penegakan hukum. Seperti yang disampaikan Riki Simanjuntak, bagaimana aparat kepolisian negeri ini mudah disogok. Saudaranya di kampung bahkan mampu menyogok polisi agar dapat berjualan togel. (Riki Simanjuntak)
2. Faktor alam sendiri, El Nino. Musim kemarau yang berkepanjangan di Indonesia mengakibatkan mudahnya lahan terbakar. Di samping itu, juga menyebabkan kekeringan di beberapa daerah. (Gregorius)
3. Kurangnya sosialisasi mengenai UU yang mengatur pembakaran hutan/lahan. (Hery)
4. Mahasiswa tidak peduli dengan lingkungan sendiri. Sebagai contoh, di Riau, Jambi, atau Sumatera Selatan ada ribuan mahasiswa yang berkuliah di daerah tersebut. Pertanyaannya, kemana perginya mahasiswa tersebut ketika asap melanda daerah mereka? Termasuk bagaimana dengan teman-teman PMKRI cabang disana? (Firmauli Sihaloho)
5. Faktor ekonomi, membuka lahan dengan sepuntung rokok dan seliter minyak tentu lebih efisien daripada membuka lahan dengan cara membabat (bersih-bersih) yang membutuhkan dana sekitar Rp600juta/ hektar. (Cahya Kartika)
6. Lambannya penanganan pemerintah terhadap masalah asap. Bagaimana pemerintah mulai kelepotan disaat titik api mulai menyebar. Seharusnya ada titik api, kemudian dipadamkan. Bukan hanya memantau lewat citra satelit tanpa ada penanganan yang tepat. (Cahya Kartika)
7. Pengawasan yang lemah oleh pemerintah kepada investor. Sering pihak investor menyewa penduduk setempat untuk membakar lahan sebagai tempat pendirian perusahaan inverstor tersebut. Disini peran pemerintah dalam pengawasan sangat dibutuhkan. (Firmauli Sihaloho)
8. Pendidikan masyarakat itu yang kurang dan faktor ekonomi. (Hery)
Kemudian diskusi dilanjutkan dengan point aspek-aspek yang dirugikan. Semua peserta ber-argumen bahwa asap merugikan semua aspek kehidupan. Baik itu sosial, pendidikan,  ekonomi, atau bahkan politik. Namun, seperti yang dikatakan Indah Malau, S.Pd, dampak asap lebih mengena pada masalah makhluk hidupnya. Apabila si makhluk hidup ini bermasalah akibat dari asap, akan mempengaruhi setiap aktivitasnya. Sebagai contoh kecil, akibat asap, siswa/i diliburkan sekolah, jika sekolah diliburkan, materi akan ketinggalan, jika materi ketinggalan, UN akan diundur, bukan? Tentunya, masalah asap tahun ini, tidak hanya mempengaruhi masa 1 atau 2 bulan ini, akan tetapi setengah tahun mendatang atau bahkan lebih!
Sebagai solusi untuk mencegah dampak asap yang melanda negeri ini, peserta sepakat dan sepemahaman bahwa pembagian masker saat ini, yakni masker biasa/masker bedah (surgical mask) bukan solusi yang tepat untuk mencegah penyakit akibat asap. Hal ini dikarenakan bahwa masker bedah biasa digunakan oleh petugas kesehatan yang fungsinya sebagai penghalang cairan dari hidung dan mulut agar tidak terkontaminasi dengan lingkungan sekitar. Peserta diskusi lebih sepakat jika pemerintah juga turut membagi-bagikan masker respirator N95 yang memang lebih tepat sebagai pencegah asap memasuki saluran pernapasan. Masker respirator N95 lebih mampu menghambat partikel-partikel kecil dari asap memasuki saluran pernapasan. Hanya saja, dana untuk membeli masker N95 bukan sembarangan. Sebagai solusi konkrit dari Firmauli Sihaloho, sebaiknya perhimpunan memantau bagaimana kira-kira keadaan asap dalam 2 minggu ini dalam wilayah kota Padang saja. Dari hasil pemantauan ini, perhimpunan dapat memutuskan apakah perlu membagi masker N95. Kemudian perhimpunan juga melakukan aksi sosial, seperti mengecek ISPA masyarakat. Hal ini tentu cukup mudah, dikarenakan perhimpunan memiliki link dengan dr. Gunawan dan teman-teman dari KMK Fakultas Kedokteran UNAND. Solusi lain yang muncul dari Jekson H.Manik, yakni membagi-bagikan pamflet mengenai keterangan ISPA kepada masyarakat. Dengan harapan, dengan membagi-bagikan pamflet tersebut, masyarakat dapat menambah pengetahuannya dan mengetahui apakah mereka sudah dalam berpenyakit ISPA atau tidak. Beberapa solusi diskusi yang diberikan dalam diskusi ini adalah:
1. Sosialisaikan dan pamflet ISPA
2. Cek ISPA/ kesehatan
3. Aksi masker.
4. Desak pemerintah subsidi masker N95
5. Pergerakan/Aliansi Mahasiswa
6. Menyampaikan hasil diskusi ini kepada PMKRI cabang lain yang terkena bencana asap.
Selain hal tersebut, diskusi ini juga menghasilkan solusi konkret, yakni: membagi-bagikan pamflet ISPA kepada masyarakat yang akan difasilitatori oleh bidang Gerakan Kemasyarakatan.


Sebagai akhir dari diskusi ini, ditutupi dengan beberapa saran dan kritik dari peserta diskusi yakni,  judul diskusi yang kurang menarik, sebaiknya tim atau bidang melemparkan judul yang semenarik mungkin, sehingga anggota-anggota yang lain tertarik untuk mengikuti diskusi ini. Kemudian, sebagai kritik yaitu, tidak adanya konsumsi, sebagaimana yang dikatakan Firmauli Sihaloho, LOGIKA TANPA LOGISTIK HASILNYA ANARKIS. Terimakasih.
Pro Ecclesia et Patria !!!


(Bidang PPK)

Posting Komentar

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Lebih baru Lebih lama