Bukan Essay!

Siapa saja bisa bertindak seperti Fumiko Kaneko, dengan kematian diatas bunga yang ia pegang, beserta bom-bom peledak dalam kegagalan pada isi kepalanya. Yang membuktikan jika kehidupan adalah penindasan, lalu memilih mati dalam keadaan anarkis, kemudian tertawa.

 

Namun aku, bahkan kita, lebih memilih melawan spectacle, meski hanya sampai batas menunda kehancuran. "Aku tidak akan merdeka jika orang lain tidak merdeka". Itu konsekuensi logis dari kita masyarakat sosial. Karena ada satu cara yang melemahkan dan membunuh semangat kemandirian akan kesadaran haknya.

Sementara itu cara lainnya adalah menggunakan setiap kemenangan kecil untuk membuat tuntutan yang lebih besar, dengan demikian mempersiapkan pikiran dan lingkungan menuju emansipasi lengkap yang lama.

 

Kita selalu sepakat pada Stinner, jika Revolusi dan Pemberontakan tidak boleh dianggap sama. "Revolusi bertujuan untuk peraturan baru. Sedangkan pemberontakan membuat kita tidak lagi membiarkan diri kita diatur secara paksa"

 

Tapi kita mesti paham kapan waktu organisir, kapan waktu aksi langsung. Kapan kita menggunakan penutup wajah saat melindungi identitas dengan polisi, kapan kita memposisikan warga biasa. Kita tidak mungkin melibatkan warga atas kerugian yang kita perbuat. "Aku tidak mewakili kehancuran itu, itu sangat jauh. Sementara ada banyak ruang yang menerimaku untuk menuntun ku pada kehancuran yang bisa dilakukan bersama"

 

Barangkali aku akan menolak tawaran dari Marx tentang bagaimana kita "merebut alat-alat produksi" berupa tanah dan modal-modal yang terkumpul atas pembayaran pajak kita. Ketika OMBILIN dengan segala persoalannya, pengambilalihan alat produksi memang menjadi titik temu dari perjuangan--beda dengan Gunung talang yang hanya ingin bertahan dari gempuran kapitalis yang memaksa mengukur tanahnya untuk dijual.

 

Saya menggantikan nya dengan sepatah lirik lagu Masturbasi Distorsi yang terinspirasi pada gerakan situasionis internasional Paris "Waktunya merebut, hak untuk berkehidupan". Manusia memang melampaui evolusi, namun siapa yang gagal harus terus bertahan hidup pada lingkaran primordial yang sesat ini.

 

Dan kita harus percaya bahwa kita adalah kegagalan itu, yang melampaui ketidakmungkinan untuk melakukan apa yang ingin kita lakukan setelahnya. Tanpa alat produksi, tanpa eksploitasi, tanpa raja, tanpa ada yang mengatur secara paksa.

 

Berhentilah bermimpi perihal keadilan. Sesungguhnya kondisi yang menggambarkan situasi hari ini adalah memahami jika perang antarkelas tidak relevan bagiku, tapi perang bertahan hidup pada apa yang aku makan, dan pada apa yang ingin aku hidupi "Sebaik-baiknya hidup dalam dunia spectacle adalah bertahan". Lalu saya Mengutip para teman-teman di lingkaran, "Sebaik-baiknya bertahan adalah Melawan"

Siapa yang gagal akan berhenti, siapa yang kalah akan dibunuh, siapa yang menang akan menindas.

 

Apapun itu, ingat, tidak ada yang boleh menghakimi pilihan. Tetap fokus pada jalur yang kau inginkan, meskipun kita adalah kekalahan sekalipun, Jangan berhenti bermimpi untuk hancurkan Negara dan Kapitalisme.

 

Tetap teguk Obituari.

 

 Aloysius Pratama Sijabat

 

Posting Komentar

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Lebih baru Lebih lama